Menjadi ibu rumah tangga adalah status yang pasti tersemat pada tiap wanita yang sudah menikah. Dan ibu rumah tangga ini terbagi menjadi 3 jenis (menurut pengamatan saya) yaitu ibu rumah tangga yang bekerja di ranah publik (working mom), ibu rumah tangga yang bekerja di ranah domestik (working mom at home), dan ibu rumah tangga yang murni mengurusi keluarga (stay at home mom). Tipe yang ketiga ini maksudnya beliau tidak memiliki usaha sampingan apapun dan murni hanya mengurus keluarganya.
Sampai saat ini, perdebatan mengenai working mom vs working mom at home vs stay at home mom masih saja terjadi. Antar kubu saling memberikan argumen perihal mana yang paling benar. Kubu satu menganggap bekerja diluar membuat kedekatan dengan anak berkurang. Kubu lainnya beranggapan bahwa bekerja itu penting untuk produktivitas, selain itu juga agar tidak banyak meminta kepada suami dan alasan lainnya.
Coba kita perhatikan secara seksama (ajigileee! Tsaaaahhh!), sebenarnya ada nggak sih ibu rumah tangga yang tidak bekerja? Ada nggak sih ibu rumah tangga yang setiap hari kerjaannya hanya ongkang-ongkang kaki dan tidak melakukan apapun? Setelah ku pikir P x L x T, memperhatikan sekitar, membaca tulisan yang menengahi kubu-kubu tersebut dan baca quote Ibu Septi, “ya juga sih, tidak ada satupun ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Semua ibu bekerja. Hanya ranahya saja yang berbeda”.
Coba aja perhatikan stay at home mom (SAHM) yang tiap hari mengurusi anak dan suami dari pagi sampai pagi lagi. Belum lagi harus mengurusi urusan rumah. Entah bersih-bersih rumah, nyuci baju, masak, nyuci piring, sembarang kalir wes. Nah itu kan juga termasuk bekerja. Memang sih SAHM ini tidak menghasilkan secara finansial, tapi gajinya langsung dari Allah ketambahan balasan cinta kasih dari anak dan suami. Begitu juga dengan para working mom dan working mom at home. Tapi kayaknya jaman sekarang jarang ya ada ibu rumah tangga yang murni hanya mengurusi keluarga. Pasti ada saja yang memiliki usaha sendiri dan rata-rata dilakukan secara online. Tujuannya baik karena untuk tambahan penghidupan ataupun menyalurkan passionnya.
Kalau saya memperhatikan teman-teman saya yang bekerja di ranah publik. Mereka bekerja selain karena untuk memenuhi kebutuhannya, juga karena mereka senang bekerja. Mereka bahagia (insyaa Allah) menjalani profesi mereka masing-masing di ranah publik. Dan hal ini sebenarnya nggak masalah. Asalkan anak dan suami terawat dengan baik, terpenuhi kebutuhannya dan tentu diri sendiri juga harus terawat.
Sebenarnya mau menjadi ibu yang bekerja di ranah publik, atau ibu yang bekerja di ranah domestik (nyambi bisnisan), atau ibu yang murni mengurusi keluarga bukan soal yang perlu diperdebatkan lagi. Toh, sama-sama bekerjanya dan sama-sama digaji langsung oleh Allah. Ibu yang bekerja tidak perlu beranggapan bahwa ibu yang murni mengurusi keluarga cuma bisa minta uang sama suami. Ya nggak masalah sih minta sama suami sendiri. Yang salah kalau minta sama suami orang. Wkwkwk. Sedangkan ibu yang murni mengurusi keluarga juga tidak perlu memberikan judgement negatif kepada ibu yang bekerja.
Kalau saya pribadi, sejak dahulu kala memang ingin menjadi ibu yang bekerja di ranah domestik saja. Soalnya saya ingin lebih banyak waktu dengan keluarga sambil nyambi usaha yang bisa diusahakan. Wkwk. Selama 1,5 tahun menikah, hal sangat sederhana yang membuat saya bahagia menjadi ibu yang bekerja di rumah adalah ketika saya menyambut suami saya pulang kerja. Bukain doi pintu terus lihat dia senyum. Maa syaa Allah, rasanya luar biasa bahagia. So, mari kita hentikan segala bentuk mom war. Agar kehidupan sosial kita adem ayem buibuk.
Post a Comment
Post a Comment