Halaman samping kontrakan, tanahnya sangat subur. Belum seminggu tanaman liarnya dicabutin, sudah tumbuh lagi. Sekalipun sudah dicabut hingga akar-akarnya, tetap saja para tanaman liar tumbuh lagi. Sampai-sampai tanahnya dicangkuli sama Dana agar akanya juga tercerabut, ya tetap saja tumbuh subur bin lebat.
Akhirnya, karena sudah lelah banget nyabuti rumput, saya tidak mencabuti tanaman pada bagian paling depan dari halaman. Namun bagian lainnya yang masih agak lapang, tetap saya cabuti rumputnya. Karena memang rumput yang tumbuh masih pendek-pendek. Sehingga lebih mudah untuk dicabuti. Selain itu, tanaman yang menjalar juga saya cabuti, apalagi yang menjalar hingga pagar depan.
Entah ya, ketika saya sedang khidmat mencabuti tanaman liar (uhuk!). Sempat terbesit dipikiran, “Andai tanaman liar setara dengan manusia, mungkin manusia akan kalah dengan tanaman liar perihal keyakinan akan rezeki dan rasa syukur”.
Tanaman liar, meskipun tidak dirawat oleh manusia, tidak diberikan pupuk sebagai nutrisinya, bahkan dicabuti terus menerus, ya, mereka tetap tumbuh subur, lebat, dan kuat akarnya. Berbeda dengan tanaman-tanaman tertentu yang kudu banget diberikan pupuk, disirami sekian kali sehari agar tumbuh sehat dan subur.
Menurut saya pribadi, kehadiran tanaman liar adalah sebagai pengingat bagi manusia agar tidak usah khawatir dengan rezeki. Rezeki itu urusan Allah, kewajiban kita adalah mencarinya dengan jalan yang halal. Ya jangan mentang-mentang ada Allah sebagai pemberi rezeki bukan berarti kita harus ongkang kaki doang lho ya. Walaupun rezeki tidak melulu soal uang dan harta, kesehatan pun adalah rezeki. Tapi untuk menjadi sehat kan harus diusahakan ya.
Jangan dikira tanaman liar tidak mencari makanan untuk menghidupi dirinya. Mereka memang terlihat anteng di permukaan, tapi (menurut asumsi saya), akarnya berjalan menembus kedalaman tanah guna mencari rezeki dari Allah. Maa syaa Allah
Bagaimana dengan kita, manusia?
Kita, manusia, termasuk saya, pasti pernah kufur terhadap nikmatNya. Khawatir dengan yang sedikit, sampai khawatir besok masih bisa makan apa nggak dengan yang sedikit. Dalam keadaan seperti itu, kadang kita antara amnesia terhadap Allah atau jadi dekat sekali dengan Allah. Ketika sudah dapat banyak, kita mengambil jarak dengan Allah. Kalau kata Mbah Tejo, “khawatir besok bisa makan apa nggak adalah bentuk penghinaan terhadap Tuhan”.
Dalam buku Hidup Itu Harus Pintar Ngegas dan Ngerem, Cak Nun bilang “kaya atau miskin bukan masalah, asal hati tidak bimbang. Harus tetap bersyukur. Yang harus jadi pedoman adalah bagaimana caranya agar tetap bisa makan, tidak sampai kelaparan, tapi jangan sampai Allah marah”.
Maksud dari pernyataan Cak Nun tersebut, kita kan sudah dikasih nyawa, raga, akal pikiran dan hati nurani. Seharusnya dengan komponen-komponen hardware dan software tersebut, kita tahu kudu bagaimana cara menjalani hidup sesuai dengan fitrah kita. Tanpa bikin Allah marah. Perihal makan, bukan soal mewahnya, tapi cara mendapatkanya. Jika cara mendapatkannya halal, sudah pasto thoyyib. Insyaa Allah.
Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang selalu tahu cara mensyukuri nikmat, dalam keadaan apapun.
Semua nama benda di dunia ini sekedar hasil perjanjian dalam komunitas. Tidak perlu Allah untuk mengajarinya. Yang diajarkan Allah adalah fenomena-fenomena yang akan kamu temui dalam kehidupan. ~Cak Nun
Post a Comment
Post a Comment