Bismillahirrohmanirrohim..
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh..
*Aku lagu macak alim gaess..
Monmaap yaak. Ini postingan tjurhat mengandung julid tentang kepiluanku yang entah lah. Mungkin saya nya yang baper.
Beberapa jam lalu seorang teman me-repost sebuah postingan dari akun berniche keagamaan. Dalam postingan tersebut tertulis bahwa "Demo itu sejatinya adalah merubah kerusakan dengan kerusakan". Lalu disertai dengan sebuah dalil yang diambil dari surah Al-Baqarah. Kemudian doi kuberitahu agar berhati-hati dalam merepost sesuatu. Apalagi di masa yang sedang genting dan panas seperti sekarang. Rasanya kurang elok aja gitu kalau diviralkan sekarang. Apalagi si pemilik aku nyari aman dengan menon-aktifkan kolom komentar. Biyuungg..
Lalu si teman ini kesannya kekeuh gitu dengan pendapatnya bahwa demo itu nggak baik. Bagi saya ya nggak apa-apa nggak kalau nggak setuju. Hanya saja segala sesuatunya itu kan punya ruang waktunya sendiri. Benar niatnya mengingatkan, hanya saja tidak disaat panas seperti ini. Apalagi hal tersebut dilakukan di media sosial. Jadi gimana gitu ya. Saya kok merasa kurang elok aja gitu.
Kemudian saya juga menyampaikan bahwa mereka demo karena memang kondisi negara ini sedang tidak baik-baik saja. Wajar jika mereka berdemo, toh ada yang nggak bikin ricuh juga kok seperti di Jogja. Tapi dia berargumentasi bahwa demo itu tetap saja mengganggu ketertiban dan kelancaran aktivitas publik, seperti bikin macet dan lain sebagainya. Kemudian ada juga argumentasi dia nyatakan bahwa, "masku kena macet gara-gara demo. Kan itu zolim namanya".
Aduh, mohon maaf ya deeeekk. Itu lhooo para pendemo sedang memperjuangkan aspirasi rakyat kecil. Mereka juga memperjuangkan nasib para petani dan masyarakat adab yang terusir dari tanahnya akibat nafsu kuasa. Mereka aja hidup dari tanah yang diberangus kepentingan. Lha sedangkan masnya kan tiap bulan dapet gaji juga. Demo nggak bikin dia terusir dari tempat kerjanya. Kurang zolim apa perbuatan mengusir macam itu? Duh, rasanya hatiku pilu membaca argumentasinya.
Itu baru soal penggusuran tanah. Belum lagi soal kebakaran hutan yang, ya Allah, lihat fotonya aja saya sudah pengap sendiri. Apalagi mereka yang merasakan. Itu pun mereka rasakan sudah bertahun-tahun. Yang kayak gitu nggak diperjuangkan? Emang dipikir selama ini nggak ada penyampaian ke pemerintah dan dewan? Terus mau disampaikan berapa kali lagi biar mereka sadar. Makanya mahasiswa demo untuk menuntut hak rakyat!
Selain itu, dia juga berargumentasi bahwa setiap manusia pasti diuji oleh Allah. Akan lebih baik jika berdo'a aja ke Allah dan bersabar dengan ujian dariNya. Karena Allah Maha Pembolak-Balik Hati. Selain itu juga ada cara syar'i dalam menyampaikan kritikan ke pemimpin.
Aduh deekk! Masak mau bilang sabar aja gitu ke mereka yang tertindas?! Apa selama ini tidak ada penyampaian pendapat dengan cara yang baik ke pemerintah dan dewan? Udah seriiinng. Tapi apa hasilnya? Teteup rakyat kecil tertindas. Terusir dari tanahnya. Hati mana yang nggak geram melihat mereka kehilangan mata pencahariannya, terusir dari tanahnya . Sedangkan saya disini masih bisa tidur nyenyak. Tambah pilu hatiku membaca argumen seorang anak muda yang seperti itu.
Do'a dan tawakkal memang harus selalu digaungkan. Tapi ikhtiar memperjuangkan keadilan juga harus sampai titik nadir!
Saya sih nggak masalah kalau ada yang nggak suka dengan demo. Saya juga termasuk orang yang nggak suka dengan demo-demo. Tapi bukan berarti saya menganggap mereka melakukan kezaliman. Tapi kali ini saya mendukung aksi tersebut selama dilakukan dengan cara yang santun. Coba aja bayangkan kalau nggak ada aksi massa seperti saat ini? Bisa-bisa pasal bermasalah disahkan semua tuh. Deh!
Entahlah, sepertinya kita perlu belajar lebih empati dan memahami tentang konsep ruang dan waktu.
Post a Comment
Post a Comment