Kita pasti pernah mendengar seseorang mengatakan, "Emang kamu pikir nikah cuma modal cinta? Emang kamu mau setelah nikah makan pake cinta?".
Ya sih ya. Kalau ada orang melamar dan ditanya, "Kamu punya apa buat nikahin anak saya?". Terus si cowok jawab, "saya punya cinta, om". Kita pasti mikir mau dikasih makan apa istrinya ntar. Masak dikasih makan cinta?! Makan angin dong?! 😂
Eh, tapi setelah dipikir-pikir kok kayaknya ada yang janggal ya. Bukannya menikah itu memang kudu bermodalkan cinta? Lha kalau nggak ada cinta bagaimana caranya bisa membangun keluarga yang sakinah?
Perkara materi itu kan urusan mudah. Insyaa Allah. Masih bisa diusahakan. Karena Allah sudah berulang kali mengatakan dalam al-Qur'an bahwa Dia pasti menjamin rejeki setiap makhluk di Bumi.
Penalarannya, jika menikah punya harta banyak tapi tidak ada cinta di dalamnya, apakah menenteramkan?
Namun jika pernikahan dibangun dengan cinta walaupun secara materi biasa saja, bukannya akan lebih membuat tenang?
Hmm…
Karena seringkali orang memandang bahwa menikah itu harus mapan secara materi terlebih dahulu. Ya manusiawi sih. Karena kalau nggak punya materi, bisa makan apa ntar?!
Hanya saja ketika seseorang menyatakan bahwa dia ingin menikah karena saling mencintai, walaupun secara materi pada awal menikah masih pas-pasan ya ga masalah juga sih.
Lha kalau misalnya si pria bilang cinta, lalu setelah menikah malas-malasan mencari nafkah untuk keluarga, misalnya. Ya namanya bukan cinta dong! Tapi nafsuan 🤣.
Atau mungkin si perempuan bilang cinta, tapi setelah menikah jadi ogah-ogahan ngurus rumah dan suami. Maunya santai kayak permaisuri. Ya menurut saya itu namanya bukan cinta juga. Tapiii, apa yaa? 🤣 Pelarian 🤣🤣🤣.
Karena dalam pandangan saya, jika kita cinta maka kita paham dengan kewajiban.
Eh, konteks di atas adalah contoh yak. Hihi.
Menurut saya pribadi, sepertinya banyak dari kita yang keliru dalam mengartikan cinta. Pun termasuk saya pribadi. Bahkan banyak dari kita yang masih memandang cinta itu secara dangkal.
Padahal cinta itu luhur, men!
Lha kalau nggak ada cinta, emang kita bisa ada di dunia ini?
Kalau bukan karena cinta, emang kita bisa menggerakkan sendi-sendi kita?
Kalau bukan karena cinta, emang kita bisa bernafas dengan lega?
Kalau bukan karena cinta, emang kita bisa tidur dengan nyenyak?
Bukankah dengan memperhatikan pengejawantahan cinta dalam diri kita sendiri, kita bisa menyimpulkan bahwa cinta itu sangat luhur?
Kita memandang cinta itu soal rasa. Tapi menurut saya cinta itu sebenarnya melampaui rasa sih sebenarnya. Eh gimana ya maksudnya? Susah dijelaskan 😆.
Cinta memang nggak bisa kita lihat bentuk aslinya seperti apa, tapi kita bisa melihat pengejawantahannya dan kita bisa merasakannya juga.
Seperti angin yang tidak terlihat bentuknya seperti apa. Namun kita bisa lihat kehadirannya. Entah dari daun-daun yang melambai ataupun kesejukan yang menyentuh tubuh kita.
Coba bayangin jika tidak ada angin, tidak ada udara. Apakah kita masih bisa bertahan hidup?
Cinta juga nggak bisa kita definisikan dengan kata. Terlalu sulit. Karena cinta itu abstrak. Tapi cukup dengan melihat jari-jemari yang bisa bergerak. Menurut saya itu karena cinta.
Kita bisa bernapas dengan lega setiap detiknya, juga itu cinta.
Sesederhana itu sih Allah menunjukkan makna cinta yang sulit untuk dijabarkan dengan kata-kata.
Mungkin akan muncul pertanyaan, "Kalau misal ada orang yang kena stroke atau sakit tertentu, berarti Allah nggak cinta dong?".
Ya nggak gitu dong, ah. Kita masih bisa melihat cinta Allah dalam bentuk lain.
Saya pribadi juga belum memahami betul hakikatnya cinta itu seperti apa sih? Namun menurut saya pastinya cinta itu luhur banget. Sehingga menjadi keliru jika kita memaknainya secara dangkal dan mengkambing hitamkannya.
Kita pasti sering dong ya melihat pengkambinghitaman cinta dalam kehidupan sehari-hari 😂.
Namun yang pasti tulisan ini hanya persepsi saya pribadi. Tidak bisa dibenarkan secara umum.
Allahu a'lam bishawab...
Sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan panjang lebar. Namun jika cinta kudatangi aku jadi malu pada keteranganku sendiri. Meskipun lidahku telah mampu menguraikan dengan terang. Namun tanpa lidah, cinta ternyata lebih terang Sementara pena begitu tergesa-gesa menuliskannya
ReplyDeleteKata-kata pecah berkeping-keping begitu sampai kepada cinta Dalam menguraikan cinta, akal terbaring tak berdaya Bagaikan keledai terbaring dalam lumpur hina Cinta sendirilah yang menerangkan cinta Dan kisah cinta!”-rumi-
Padahal kutipan ini ada di Masnawi. Dan aku baru tersadar setelah aku baca ulang 🤣. Makasih MasAyu Mahsun sudah mengingatkan kembali 🙏
Delete