Kemarin sore, saya melihat ada burung kecil yang melompat dari satu dahan ke dahan lainnya menuju ke sarang yang ia buat. Setelah sampai sarang, ternyata dia turun lagi dengan cara yang sama. Saya perhatikan dia membawa daun kering yang mungkin dia gunakan untuk membangun sarangnya.
Si burung kecil terlihat amat telaten dalam membangun sarangnya. Dia mengambil daun kering yang ada di pohon tersebut, satu per satu. Dia bawa dengan paruhnya pun satu per satu. Menarik bukan?
Selain itu yang nggak kalah menariknya -menurut saya-, ketika dia dalam perjalanan membawa daun kering, helai daunnya jatuh dan menyisakan tulang daun di paruh si burung kecil. Tapi si burung nggak lantas membuang tulang daun, melainkan dia tetap melanjutkan perjalanannya menuju sarang.
Lalu tadi pagi saya juga melihat lagi si burung melakukan hal yang sama seperti kemarin. “Wah, gigih sekali dia”, pikir saya.
Zuzurly, pemandangan ini adalah pertama kalinya saya lihat di sepanjang hidup saya. Sampai badan segede gentong gini, saya baru tahu kalau dalam proses membuat sarang, si burung mengumpulkan daun kering dengan sabar dan telaten.
Bagi saya memperhatikan aktivitas si burung kecil menjadi momen berharga dan bermakna banget. Si burung kecil seolah menjadi wasilah pesan agar hidup harus dijalankan dengan penuh kesungguhan dan jangan malas. Selain itu si burung kecil juga seolah mengingatkan untuk menikmati dan menghargai setiap proses dalam kehidupan.
Apa yang kita lakukan nggak harus terburu-buru, nggak harus langsung dalam skala besar. Namun dilakukan secara bertahap, terus-menerus dan juga konsisten, insyaa Allah akan sampai ke tujuan kok.
Selain itu, pahami juga keterbatasan diri agar apa yang kita lakukan bisa seproporsional mungkin. Seperti si burung yang hanya bisa membawa 1 helai daun saja, namun dilakukan terus menerus.
Si burung kecil juga terlihat amat mindful dengan apa yang dia kerjakan. Nggak kayak saya yang ketika berkegiatan mesti diselingi dengan main handphone. Alhasil kerjaan jadi nggak beres-beres karena keterusan main handphone. Wkwkwk.
Selain itu, aktivitas membangun sarang burung tersebut mengingatkan saya dengan teori pembangunan rumah rakyat secara incremental atau dengan setahap demi setahap. Jauh banget yak sambungannya? Ya gimana lagi? Otak saya memunculkan memori itu kok ketika melihat aktivitas si burung kecil. Xixixi.
Saya amat terpesona dengan apa yang dilakukan oleh si burung kecil tersebut. Kesungguhannya, ketangguhannya, keuletannya, ketelatenannya dan kesabarannya amat patut untuk dicontoh oleh manusia-mudah-oleng-bin-impulsif-nan-egois-dan-nggak-sabaran macam saya. Wkwkwkwk.
Duh, saya merasa amat kalah telak dengan si burung kecil. Dia yang hanya seekor burung bisa menjalani hidup dengan sebaik-baiknya tugas dan peranannya. Sedangkan saya yang terlahir sebagai manusia dengan potensi akal yang luar biasa dari Tuhan, masih sering saya lemahkan oleh nafsu saya yang terlalu liar.
Ya emang sih, dia hanya seekor burung. Dia hidup sesuai sunnatullah. Ya manusia juga sih. Akan tetapi menurut saya kehadirannya sudah pasti mendatangkan makna tersendiri bukan? Siapa tahu memang begitu cara Allah menyampaikan pesan cintaNya 😊.
Saya pribadi amat sangat berterima kasih kepada si
burung yang telah memilih pohon melijo depan kontrakan sebagai tempat untuk
membangun sarangnya. Namun rasa terima kasih saya juga amat besar untuk Allah
ar Rahman ar Rahim karena telah mengijinkan saya untuk bisa menyaksikan momen
bermakna tersebut. Semoga rasa malas saya benar-benar terhempas hingga ke Pluto dengan menyaksikan aktivitas si burung. Wkwkwk
Wah, it’s gonna be unforgettable moment~
Maa syaa Allah walhamdulillah…
Post a Comment
Post a Comment