Mentari pagi ku datangi dengan berani
Sambut hari sebagai ibu inspirasi
Kesempatan baru untuk abdikan diri,
bagi generasi unggul disini
Aku berkarya untuk semesta
Aku berdayakan diri jadi ibu yang bahagia
Membangkitkan jati diri bersama Ibu Profesional
Menebarkan kebahagiaan bersama Ibu Profesional
Ayo , siapa yang auto nyanyi ketika membaca teks pembuka artikel ini? 😂. Saking nggak bisa move on dari Konferensi Ibu Pembaharu ya, bund 😌.
Tentunya yang ikut acaranya sampai akhir pasti tahu dong siapa narasumber penutupnya? Ya siapa lagi kalau bukan ibunda kita semua, Ibu Septi Peni Wulandani tercinta 😘. Pada ikutan mberebes mili nggak nih saat mendengarkan Ibu Septi berkisah? ☝ #IkutUnjukJari
Namun sebelum mulai membahas ke yang inti. Ada baiknya saya sampaikan profil singkat Ibu Septi ya.
Profil Singkat Narasumber
Sumber : IG Ibu Profesional Official |
Beliau adalah Septi Peni Wulandani, founder dari Ibu Profesional. Seorang perempuan yang mengabdikan dirinya sebagai manajer keluarga, yang telah menginspirasi banyak sekali wanita Indonesia.
Siapa sangka dari kesungguhannya menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga mengantarkannya pada amanah yang nggak kalah besarnya. Yaitu menjadi ibu bagi ribuan ibu dan calon ibu di Indonesia melalui Ibu Profesional 🥺.
Kalau soal anak-anaknya nggak perlu diragukan lagi ya. Sudah terbukti dan teruji kualitasnya. Cerita tentang anak-anak beliau ada banyak di Mbah Gugel.
Bonus dari kesungguhannya juga adalah banyaknya penghargaan yang beliau dapat, seperti : Danamon Award kategori Individu Pemberdaya Masyarakat 2006, Tokoh Pilihan Majalah Tempo 2007, Ashoka Award USA 2007, Inspiring Women Award tahun 2009 dan Kartini Next Generation bidang Pendidikan dari Kemenkominfo 2013. Namun tentunya dibalik itu semua, ada Pak Dodik Mariyanto yang telah menempa Bu Septi hingga bisa seperti sekarang ini.
Bangga dan Bahagia Menjadi Ibu Rumah Tangga
Stigma terhadap ibu rumah tangga
Ibu Septi mengawali diskusi dengan stigma yang seringkali diberikan kepada ibu rumah tangga. Ya dianggap pengangguran, kudet, kuper, dan hanya berkutat di sekitaran sumur, dapur, kasur. Kemudian stigma seperti ini seringkali bikin seorang ibu rumah menjadi tidak berdaya dan bisa saja merasa rendah diri.
Sehingga kalau ditanya kerja dimana. Biasanya seorang ibu rumah tangga akan menjawab, "saya hanya ibu rumah tangga" atau "saya hanya di rumah saja". Kayak nggak ada keren-kerennya gitu. Kalau kata Bu Septi nggak ada ruhnya ketika kita mengatakan saya ibu rumah tangga.
Ibu Septi pun pernah merasa demikian. Ketika beliau masih baru berumah tangga. Kemudian beliau juga cerita ketika beliau dikunjungi oleh ibunya ke Depok. Ibu beliau adalah seorang ibu tunggal yang aktif di ranah publik.
Ibunya beliau mengungkapkan kekecewaannya kepada Ibu Septi dengan mengatakan bahwa beliau kehilangan anaknya yang dulu aktif ketika masih kuliah. Yang membuat Ibu Septi terpantik semangatnya untuk membuat perubahan adalah ketika ibunya mengatakan, "Andai saya jadi kamu. Sudah tinggal di Depok. Dekat dengan ibukota. Saya akan jadi orang nomor satu di Indonesia".
Wiwiwiiii, kalau saya dibilangi begitu mungkin langsung ciut dan insecure 😂. Tapi tidak dengan Bu Septi. Justru karena ungkapan itu yang membuat beliau akhirnya bergerak untuk memberdayakan diri. Mengubah stigma terhadap ibu rumah tangga yang sering dianggap pengangguran agar menjadi setara dengan ibu bekerja di ranah publik.
Terima dan maknai
Hal pertama yang beliau lakukan adalah menerima lalu memaknai apa yang ada di hadapan beliau saat ini. Karena tidak ada yang salah dengan menjadi ibu rumah tangga. Tidak ada yang salah juga dengan putaran aktivitas sumur, dapur, kasur. Karena kekeliruan terletak ada di diri sendiri yang tidak meletakkan makna pada peran tersebut.
Akhirnya beliau menyampaikan isi hatinya kepada Pak Dodik. Beliau dan Pak Dodik banyak berdiskusi terkait hal tersebut. Sampai akhirnya Pak Dodik mendidik Bu Septi dengan cara memberikannya PR membaca yang kemudian beliau presentasikan sepulang Pak Dodik kerja.
Terus nih yang bikin tersentuh lagi adalah ketika Pak Dodik "memberikan wejangan" kepada Bu Septi. Kurang lebih bilangnya gini, "Anak-anak yang hebat lahir dari ibu yang hebat. Maka hebatkan lah dirimu. Bersungguh-sungguhlah kamu di dalam. Maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu. Tidak ada hukum terbalik. Sudah saatnya ibu rumah tangga berkibar sama tingginya dengan ibu yang berkarir di luar rumah".
Sumpah, nulis ini langsung meweeeeeekkkkkkk 😭. Semangat para ibu rumah tangga. Kalian tidak terpasung di rumah, namun kalian sedang diamanahkan peran yang nggak kalah mulianya ❤.
Awalnya Bu Septi merasakan beratnya didikan dari Pak Dodik. Namun akhirnya Bu Septi mampu melewatinya.
For things to change, i must change first
Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti kita tidak mampu memberikan manfaat. Namun untuk menjadi bermanfaat, kita haruslah berdaya terlebih dahulu. Namun sebelum menjadi berdaya, maka kita harus mengubah pola pikir kita dahulu.
Jika sebelumnya kita merasa menjadi ibu rumah tangga kerjaannya itu-itu saja. Maka kita harus mengubah pola pikir kita. Dari yang awalnya merasa jadi tukang masak, tingkatkan jadi koki keluarga lalu meningkat lagi jadi manajer gizi keluarga.
Meskipun jadi ibu rumah tangga belum punya penghasilan, masih terima uang dari suami, ya nggak apa-apa. Itu artinya kesempatan belajar untuk meningkat jadi manajer keuangan keluarga. Keren kan dari yang awalnya jadi kasir lalu meningkat jadi manajer keuangan keluarga? Tentu untuk menjadi manajer keuangan keluarga butuh ilmu juga.
Terus biasanya kita suka ngerasa jadi inem ketika beberesan rumah. Nah, stop deh menganggap diri jadi inem. Tapi tingkatkan diri jadi ahli beberesan kayak Mbak Marie Kondo. Keren kan? Kelihatannya hanya beberesan, tapi siapa sangka beliau punya klien di seluruh penjuru dunia 😌. So, berhentilah menyepelekan hal-hal yang kelihatannya sederhana. #nasehatindirisendiri
Maka setelah kita mampu menerima dan memaknai peran serta aktivitas di dalamnya, selanjutnya yang harus diubah adalah pola pikir kita. Karena untuk berdaya, pola pikir kita juga harus diubah ke arah yang lebih positif. Dengan begitu kita juga bisa memberikan manfaat.
Namun yang perlu diingat perihal memberikan manfaat, bukan seberapa banyak yang bisa diperoleh. Melainkan seberapa banyak yang bisa diberikan.
Itulah yang mula-mula dilakukan oleh Bu Septi. Beliau melakukan perbaikan dari dirinya dulu. Agar bisa menunjukkan kepada orang lain bahwa seorang ibu rumah tangga pun bisa memberi manfaat besar ke masyarakat luas.
Lahirnya Ibu Profesional
Akhirnya Bu Septi mampu membuktikan kepada banyak orang bahwa ibu rumah tangga juga mampu berdaya, berkarya dan bermanfaat dari rumahnya. Tentu semua itu dapat terwujud karena kesungguhan beliau untuk belajar dan memantaskan diri. Hingga lahirlah Ibu Profesional.
Dalam hal ini, Ibu Profesional diartikan sebagai ibu yang bersungguh-sungguh menjalankan perannya. Baik menjadi seorang ibu, istri dan juga sebagai seorang perempuan.
Beliau juga menyampaikan bahwa beliau punya jadwal belajar sendiri dan beliau konsisten menjalankannya. Sampai akhirnya beliau mengajak 1 - 2 orang untuk ikut belajar bersama. Kemudian anggotanya makin hari makin bertambah hingga 100 orang.
Awalnya proses belajar di Ibu Profesional berlangsung secara offline di Salatiga, rumah Ibu Septi sendiri. Sampai akhirnya beliau memikirkan cara agar Ibu Profesional dapat juga dirasakan manfaatnya secara lebih luas lagi.
Kemudian beliau mulai merambah dunia digital. Beliau mempelajari platform apa saja yang bisa digunakan untuk bertemu dan belajar bersama secara online. Hingga akhirnya Ibu Profesional dihadirkan di ruang digital dan banyak orang yang mulai menjadi member.
Hingga saat ini, dalam 1 dekade Ibu Profesional, membernya sudah ribuan. Nggak hanya perempuan di Indonesia saja, namun juga perempuan Indonesia yang ada diluar negeri juga ikut belajar di Ibu Profesional. Membernya pun tidak hanya yang sudah menikah, yang singlelillah pun ada. Karena saya juga dulu ikut ketika belum nikah. Sekarang sih udah punya bayi. Alhamdulillah 😚.
Seperti yang kita lihat sekarang ini. Ibu Profesional makin berkembang dan makin canggih euy. Saya saja ter wow-wow dengan kecanggihan mamak-mamak ini. Luhaarr biasaaaa!! Tentunya semua ini nggak lepas dari kesungguhan Bu Septi dan tentu Pak Dodik juga.
Hadirnya Ibu Profesional mendatangkan angin segar, terutama bagi para ibu rumah tangga. Karena komunitas ini hadir untuk mengubah stigma ibu rumah tangga yang dulunya dianggap pengangguran, gaptek bin kudet. Sekarang udah nggak lagi dong. Ibu rumah tangga itu setara dengan ibu bekerja. Karena sejatinya ibu rumah tangga juga ibu bekerja. Namun yang satu memilih untuk fokus diranah domestik, yang satu di ranah publik.
Saya Ibu Rumah Tangga dan Saya Bangga Serta Bahagia
Jika dulu ketika awal menikah, Bu Septi merasa menjadi ibu rumah tangga terasa biasa saja. Tentu tidak dengan sekarang. Beliau sangat bangga dengan perannya menjadi ibu rumah tangga. Karena beliau sudah membuktikan sendiri bahwa menjadi ibu rumah tangga juga mampu berkibar sama tingginya dengan ibu yang berkarir diranah publik.
Kuncinya adalah legowo menerima dan memaknai peran, mengubah pola pikir, walk the talk, dan konsisten!
Inget inget ini ya wahai diri 😌 #nasehatindiri..
Melihat Bu Septi, sudah nggak ada alasan lagi untuk melakukan self-hatred, merasa tidak berdaya, apalagi merasa tidak berarti. Tentu kita tidak harus seperti Bu Septi, yang sudah mendirikan Ibu Profesional. Melainkan jalankan peran sebagai ibu dan istri dengan sebaik mungkin serta jalankan peran sebagai perempuan dengan mengenali potensi diri.
Yok semangat yok. Pasti bisa ✊
Karena setiap kita sudah pasti hadir di dunia ini bersamaan dengan bekalnya masing-masing. Tinggal kitanya mau kenalan sama diri sendiri kemudian mengembangkan diri atau nggak. #nasehatindirilagi 😌.
Pada akhir sesi beliau di Konferensi Ibu Pembaharu, Bu Septi membacakan deklarasi Ibu Pembaharu. Pembacaan deklarasi tersebut berisi seruan untuk tidak lagi menganggap ibu rumah tangga sebagai pengangguran. Serta memberikan kesempatan dan ruang bagi ibu rumah tangga dalam kebijakan strategis negeri ini. Kemudian juga tentang perempuan dan anak perempuan juga mampu berdaya pada bidang teknologi informasi. Serta kedudukan setara antara perempuan yanh fisiknya normal dengan perempuan diasbilitas. Kurang lebih isinya begitu.
Gimana? Keren banget kan? Nah, sekarang temans sudah pada semangat dong buat berdaya dan berkarya. Iya dong, iya lah~
Syemangaaaaaat
ReplyDeleteKalau saya mungkin udah terlalu lama jadi IRT dan sebelumnya udah pernah kerja kantoran juga dengan maksimal.
ReplyDeleteJadinya, jarang merasa insecure jika memperkenalkan diri sebagai IRT.
Even ketika ketemu teman-teman kerja suami dulunya.
Mungkin karena saya tidak merasa IRT itu pekerjaan yang mudah, dan juga saya tetap berusaha untuk punya penghasilan meski nggak sebanyak kerja kantoran.
Jadinya, bahkan kalau ada yang terang-terangan meremehkan saya, cuman dibalas dengan senyum sinis kasian aja, wakakakak.
Karena toh, nggak ada yang berubah selain penghasilan uang di saya.
Ketika kumpul-kumpul dengan orang kerja kantoran, saya dengan mudah bisa berbaur, masih nyambung dengan obrolan apapun, karena suka nulis dan ikutin semua perkembangan, bukan cuman gosip semata.
Jadi, sebenarnya tidak perlu merasa minder jadi IRT, kita semua tahu, susahnya kerja kantoran, nggak ada yang bisa menyamai ribetnya kerja jadi IRT, mengasuh anak.
Doohhh, hahahaha
Huaaaa. Berharap bisa seperti mbak Rey. Sebenarnya saya bisa cuek kalo ada yang ngeremehin saya hanya karena IRT. Tapi kalo yang ngeremehin adalah orang terdekat sendiri yang bikin duh kah, jengkeeeell.. pingin krauk mukanya. Haha
Delete