Selamat Datang di Fase Badai Emosi, Hening! Fiuh!
Sebentar! Mamak mau inhale exhale dulu~
😂
Sejak memasuki usia 10 bulan, Hening mulai menunjukkan badai emosinya. Saya nggak inget persis gegara apa dia tiba-tiba nangis teriak gitu. Namun yang pasti ketika apa yang dia mau nggak tercapai, dia akan mengomunikasikannya dengan cara menangis kencang.
Sebagai contoh : beberapa malam lalu pas thaharah karena mau ganti popok, Hening seketika menangis sangat kencang karena saya nggak kasih dia main air di bak mandi. Lha piye?! Udah malem dan dia juga udah mulai ngantuk.
Bahkan saat digantikan popok pun dia nangis kenceng banget. Lalu saya puk puk dia sampai tenang dan susui dia sampai akhirnya dia tertidur.
Wah, ternyata begini rasanya menghadapi bayi yang sedang di masa perkenalan dengan emosi dan sensasi yang muncul pada tubuhnya 😵.
Mana dikit-dikit mesti teriak, lalu nangis. Tapi inget-inget lagi kalau dia sedang berkenalan dengan emosinya dan fase ini sangat wajar. Karena kalau kata Pak Daniel Siegel yang nulis The Whole-Brain Child bahwa otak manusia itu berkembangnya dari kanan dulu baru ke kiri, lalu dari bawah dulu baru ke atas.
Maksudnya adalah otak kanan dan otak bawah (amigdala) kita itu kan lebih berkaitan dengan emosi manusia. Sedangkan otak kiri dan otak atas (prefrontal cortex) kaitannya dengan hal-hal yang rasional atau penalaran. Oleh karenanya sangat wajar jika anak balita gampang banget tantrumnya dan mengomunikasikan maksudnya melalui ekspresi perasaan. Apalagi anak bayi kan belum bisa ngomong, jadilah kalo bete, marah, atau emosi negatif lainnya diekspresikan dengan menangis bahkan mengamuk. Kalau pas senang ya ketawa ketiwi.
Terus gimana dong cara menghadapi anak pas tantrum?
Kalau kata pak Daniel di bukunya tersebut, kita perlu menghubungkan otak kanan kita dengan otak kanan si anak. Caranya adalah :
✅ Bantu anak mengidentifikasi emosinya. Karena ini adalah tahap awal anak bisa memahami apa yang dia alami dan rasakan. Contoh : " Hening kesel ya pasti karena nggak dikasih main air?"
✅ Dengan mengerti perasaannya. Karena dengan mengerti perasaannya membuat dia jadi merasa dipahami. Contoh : "iya, ibu ngerti. Hening pasti pingin banget kan main air".
✅ Tenangkan terlebih dahulu hingga tangisnya reda. Ya dipeluk, di elus-elus. Karena sentuhan bisa membuat anak merasa tenang.
Setelah dihubungkan menghubungkan otak kanan dengan otak kanan, lalu geser ke kiri (etdah udah kayak apa aja geser-geser 🤣). Maksudnya :
✅ Beri penjelasan singkat. Karena ini adalah salah satu stimulasi untuk otak kiri dan atasnya yang sedang under construction biar dia bisa memahami kenapa boleh dan tidak boleh. Walaupun menurut penelitian otak atas atau prefrontal cortex manusia baru optimal sekitar usia 25 tahun 😂.
✅ Bisa juga ditambahkan dengan mengenalkan anak tentang konsep waktu. Karena sependek yang saya tahu, anak balita masih belum kenal konsep waktu. Pokoknya I WANT IT RIGHT NOW! Contoh : "Ibu minta maaf ya. Kan sekarang udah malam, waktunya Hening tidur. Besok pagi kita bisa main air pas Hening mandi pagi. Okeee". Ya, walau pada akhirnya secara kasat mata dia terlihat belum ngerti. Tapi poin pentingnya, kita sudah menabung hal-hal baik untuk otaknya.
Oleh karenanya beberapa pakar bilang justru fase tantrum gitu baik untuk perkembangan otak anak asalkan direspon dengan tepat. Walau kadang bikin mental emaknya jadi kembang kempis 😂.
Selain itu, saya keidean untuk menerapkan metode menghitung dari 1 sampai 10. Misalkan Hening masih pingin main air, tapi saya pingin dia ndang berhenti main air biar saya bisa kerjakan yang lain atau mungkin karena sudah malam dan waktunya tidur. Saya nggak langsung angkat dia dari kamar mandi, melainkan ngasi dia tambahan waktu 2 menit. Setelah itu saya hitung 1 sampai 10.
Sebelumnya ya saya kasih tau kalau saya kasih dia tambahan waktu untuk main selama 2 menit. "Kalau udah mau 2 menit nanti ibu hitiung sampai 10 terus kita udahan main airnya ya". Udah gitu ya saya hitung 1 sampai 10 terus dengan ceria saya sampaikan, "Waktunya habis. Besok kita main air lagi yaa".
Apakah Hening langsung nurut?
Ya, nggak dong pemirsa. Namun setidaknya saya memberikan dia kesempatan untuk main tapi dengan batasan.
Mungkin kita beranggapan, "Ya ngapain juga sih pake acara kayak gitu. Lagian masih bayi. Ngerti apa sih anak bayi?".
Ya, sih dia hanyalah bayi. Tapi dia kan manusia. Dia juga harusnya diperlakukan sebagai manusia dong. Masak sih hanya karena dia anak bayi terus mau dibiarkan nangis gitu aja. Walaupun memang disisi lain kita perlu mengajarkan anak untuk meregulasi rasa kecewanya. Tapi teteup aja dengan cara yang tepat.
Memang sih tantrumnya Hening saat ini masih belum yang gimana-gimana amat. Tapi saya anggap ini sebagai persiapan untuk menghadapi ledakan emosinya yang mungkin lebih menggelegar nantinya 😂. Makanya dari sekarang saya dan Dana makin sering menguatkan biar nggak gampang jadi singa 😂.
Tentunya MamaMia sampai saat ini masih harus banyak belajar dan akan terus belajar. Terutama soal regulasi emosi, mamak sendiri juga masih gampang tandukan 🤣. Semoga Allah mampukan untuk menjalani hari-hari mengejutkan kedepannya 😉.
Post a Comment
Post a Comment