Kemarin, ketika cuaca sedang panas metingtingayutingting, saya dan Mas Dana menyimak Ngaji Filsafat tentang Minimalisme. #Tsaaaahhhh~
Sok rajin ye kite 😝
Sepanjang kajian, kami banyak bergumam,
"Hhmm, iya sih".
"Ya juga ya".
"Hmm, bener sih kudunya gitu".
Terus kami juga diskusi tipis-tipis terkait topik kajian yang kemudian melahirkan kesadaran-kesadaran tentang hal-hal kecil yang sering kami lupakan.
Ada satu cerita menarik yang disampaikan oleh Pak Faiz saat kajian. Cerita tentang seseorang yang mendatangi Nasrudin Hoja dan bercerita kalau dia merasa hidupnya tuh sumpek gitu. Intinya si Fulan ini lagi kufur lah.
Bukan Nasrudin namanya kalau nggak ngasi nasehat nyeleneh tapi mbeneh ugha 😂😛.
Terus Nasrudin menyarankan si Fulan untuk memelihara 5 ekor ayam di dalam rumahnya. Ya, karena yang ngasi nasehat adalah seorang Mullah, ya dilakuin lah sama dia 😂.
Setelah dia memelihara 5 ekor ayam di dalam rumahnya, dia merasa sumpek banget. Ya gimana nggak sumpek, ayam keliaran dalam rumah. Naik-naik perabotan belum lagi kotorannya sana-sini. So pasti sumpek lah 😫.
Terus si Fulan datang lagi ke Nasrudin, cerita kalau dia masih sumpek. Kemudian Nasrudin nyuruh si Fulan beli 3 ekor kambing untuk dipelihara dalam rumahnya 😝. Tapi Fulan tetap melaksanakan titah sang Mullah.
Terus si Fulan malah tambah sumpek dan stres terus cerita lagi ke Nasrudin. Lagi-lagi namanya Nasrudin selalu ngasi ide embuh 🤣. Nasrudin nyuruh dia pelihara 1 ekor sapi dalam rumahnya. Namun si Fulan tetap saja melaksanakan titah sang Mullah 🤣🤣😝.
Dah, bener-bener si Fulan ini patuh sekali sama Nasrudin 🤣.
Terus Fulan balik lagi ke Nasrudin dan protes kalau dia makin sumpek. Padahal dia datang ke Nasrudin biar sumpeknya berkurang malah makin nambah 🤣.
Terus Nasrudin bilang gini, "Nah, ini dia puncaknya. Sekarang kamu jual sapimu".
Bener dah tuh si sapi dijual sama si Fulan dan dia merasa lega setelah 1 sapi keluar dari rumahnya. Tapi dia masih ada ngerasa sumpek.
Terus Nasrudin nyuruh dia buat jual lagi kambing-kambingnya. Alhamdulillah, mayan lebih lega lah si Fulan. "Tapi masih agak sumpek nih", katanya ke Nasrudin.
Untuk yang terakhir, Nasrudin nyuruh dia ngejual ayam-ayamnya yang akhirnya si Fulan merasa lega se lega-leganya lega 😂.
Padahal kondisi rumahnya setelah ngejual semua hewan peliharaan itu sama saja seperti sebelum dia melihara hewan. Tapi leganya lebih terasa nikmat setelah peliharaan tersebut "datang lalu pergi" 😂.
Menikmati Ruang, Bukan Isi
Kita pasti sering merasa akan bahagia jika punya ini dan itu. Tapi nyatanya ya nggak gitu juga. Malah kadang rumah kebanyakan isi bikin kita jadi sumpek sampai-sampai nggak tau cara menikmatinya.
Terus juga kadang udah tau sumpek sama rumah yang kebanyakan isi, tapi masih aja merasa kurang karena benda yang belum kita miliki 😂.
Suka beli baju sampe penuh isi lemarinya. Tiap buka lemari sumpek karena kepenuhan baju. Udah tau lemari baju penuh, sumpek liatnya, tapi pas liat ada baju bagus, diskon pula. Tetap aja dibeli 😂
Suka koleksi barang, terus pas barangnya ilang atau rusak atau apa, langsung jengkel bin stres.
Beli rumah sana sini sampe lupa ngerumatnya. Terus sumpek liat rumah yang jarang disambangi sampe rusak.
Beli mobil, tapi pening tiap menjelang waktunya bayar pajak. Belum lagi perawatan dan segala macamnya 😂.
Lama-lama kita ini jadi hamba barang. Sampe lupa caranya bersyukur. Nggak mindful saat beli dan memilikinya 😂.
Nah itulah kenapa minimalisme hadir.
Prinsip dasar dari minimalisme adalah memiliki yang paling hakikat. Kita nggak harus punya segalanya, asalkan cukup untuk keseharian, ya sudah.
Minimalisme mengajak kita untuk mensyukuri ruang dan menikmatinya. Jangan sampai kita baru bisa merasa bahagia jika punya ini dan itu. Apalagi kalau ngikut tren, wes buyar wes. Udah gitu ikut-ikutan teman biar diakui. Yhaaa, buat apa 😂
Jadi sebelum memutuskan untuk membeli sesuatu, tanya dulu ke diri sendiri. Beneran butuh nggak sama barang itu? Jangan-jangan beli cuma sekedar ingin? Jangan-jangan beli untuk mendapatkan validasi dari orang lain?
Menikmati Ketidakpunyaan
Ada satu pertanyaan Mas Dana yang menurut saya cukup bikin merenung. Dia bilang, "Kira-kira kalau kita punya uang banyak. Kita masih bisa jadi orang yang sederhana nggak ya?".
Ya juga sih ya. Kalau pas lagi hidup serba ngepas mungkin memang sangat mudah untuk ngempet nggak beli ini itu. Lebih mudah untuk hidup dengan yang seadanya. Tapi gimana kalau sudah punya banyak uang? Masih bisa nggak nahan diri buat nggak beli ini itu? Atau jangan-jangan malah jadi kalap karena pas lagi serba ngepas, ngempet banget buat nggak beli-beli.
Ini sering terjadi sih di masyarakat kita atau bahkan pada diri kita sendiri. Pas mungkin baru dapet uang lebih dikit aja kita bisa hedonnya nggak kira-kira. Ya, nggak? 😛 Alasannya masuk akal sih tapi menjerumuskan, "Mumpung ada uangnya", "Soalnya dulu saya nggak bisa beli. Sekarang kesempatan untuk bisa membeli" dan alasan lainnya.
Tapi kalau dipikir-pikir ya, bisa jadi Allah ngasi rezeki cukup bin ngepas tuh bukan karena Allah nggak sayang. Melainkan Allah mendidik kita, kira-kira bisa nggak ya kita bersyukur dengan yang sedikit itu? Jika kita bersyukur dengan yang sedikit, insyaa Allah kita nggak bakalan nggeragas kalau dikasih lebih dari yang sekarang.
Bersyukur dalam hal ini tentunya nggak sekedar mengucap alhamdulillah di mulut doang. Namun syukur yang terimplementasi dalam pola pikir, cara pandang dan tingkah laku hidup kita.
Namun sekalipun sekalipun hingga akhir hayat rezeki yang kita miliki nggak sama kayak Rafatar, ya nggak masalah juga.
Kita perlu punya sikap hidup yang mampu menikmati ketidakpunyaan. Mampu mensyukuri apa yang ada. Bisa mensiasati kekurangan saat ini dengan baik. Setidaknya kita nggak terjerumus amat gitu oleh nafsu kita.
Walau memang pada kenyataannya urusan ekonomi seringkali bikin kita mudah ngersulo. Apalagi ketika kondisi kita lagi banyak kebutuhan tapi pemasukan segini-segini saja. Beuh, pasti utek jadi pening bin kobong dan berkobaaarr 😆😆😆😆.
Tapi lagi-lagi kita mengingat bahwa rezeki sudah Allah atur dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan kita menurutNya. Sehingga rasa syukur kita jangan sampai lesu sih. Kita juga perlu mengingat bahwa setiap manusia akan meninggal jika rezekinya sudah paripurna. Kalau belum meninggal ya berarti rezeki kita masih ada jatahnya. Heuheu~
Oleh karenanya minimalisme hadir sebagai pengingat biar kita terbiasa untuk fokus pada yang hakikat. Mensyukuri dan menikmati ketidakpunyaan dan menghargai apa yang ada.
Toh kalau kita punya banyak belum tentu bahagia juga kok. Buktinya banyak orang kaya raya tapi nggak bisa menikmati kekayaannya. Banyak orang yang bergelimang harta tapi tidak bisa merasakan manisnya kebahagiaan.
Sehingga kita jangan sampai tergiur dengan hijaunya rumput orang lain. Mending fokus dengan merawat halaman rumah kita saja.
Inget kan cerita soal orang-orang yang terkesima dengan hartanya Qarun. Tapi ketika Allah lenyapkan Qarun bersama hartanya, mereka yang awalnya kagum jadi bersyukur dengan apa yang mereka sudah miliki.
Oleh karenanya kita nikmati saja hidup ini. Nikmati dan syukuri apa yang ada. Ikhtiar semaksimal yang kita bisa tapi bukan untuk merengkuh lebih banyak harta, melainkan untuk meraih ridhoNya.
Tsaaaahh~
Ngomong emang gampang ya, praktiknya ini lho reeekk yang angeeeeell wes angeeell 🤣🤣🤣🤣.
Post a Comment
Post a Comment